UJI
TOKSISITAS SUB-LETHAL PESTISIDA PYRETROID SINTETIK
PADA
IKAN MAS (Cyprinus carpio)
Sub-lethal
Toxicity Test of Pesticides Pyretroid Syntetic on Common Carp
(Cyprinus carpio)
M. Iqbal
Fernanda, Hasbi Ilmawan A, Ina
Rahmawati, Raden Nadya D
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363
Email :iqbalfernanda55@gmail.com
ABSTRAK
Uji
Toksisitas Sub letal merupakan bagian dari uji toksisitas kuantitatif yang
dilakukan dengan pemaparan atau pendedahan dalam jangka waktu medium sebagai
bentuk skrining kedua atas indikasi dampak toksisitas.Sub letal ini menggunakan
konsentrasi atau dosis menengah. Efek sub letal dapat diamati pula tentang
biokimia, fisiologi, tingkah laku atau tingkat siklus hidup dari organisme
tersebut. Tujuan dilakukan pengamatan yaitu untuk mengetahui paparan dan
pengamatan uji toksisitas sub letal pada ikan mas. Pengamatan dilakukan menggunakan
jenis pestisida yaitu pyretroid sintetik. Hasil pengamatan uji toksisitas sub
letal organofosfat dan karbamat dengan konsentrasi 0,20 ppm. Gejala fisiologis,
gerak operculum rata-rata 79 kali permenit, aktifitas gerak aktif dan cukup
berlendir, sedangkan gejala klinis ikan menunjukan cukup lendir, SR 0%, suhu 26oC,
DO 2,5 dan dapat mematikan hewan uji dalam waktu 24 jam. Semakin tinggi
konsentrasi semakin besar tingkat toksisitas terhadap hewan uji.
Kata
Kunci : Gejala fisiologis, Gejala klinis, Pyretroid
sintetik, Uji Toksisitas Sub letal
ABSTRACT
Sub letal toxicity test
is part of the quantitative toxicity tests were performed with the exposure or
exposure in the medium term as the second screening form on this toksisitas.Sub
letal indication of the impact of using a concentration or intermediate dose.
Sub-lethal effects can be observed also on the biochemistry, physiology,
behavior or levels of the life cycle of the organism. The purpose of
observation is to determine exposure and observation of sub letal toxicity
tests on goldfish. Observations were made using synthetic pyrethroid pesticides
that. The observation of sub letal toxicity test organophosphate and carbamate
with a concentration of 0.20 ppm. Physiological symptoms, operculum motion an
average of 79 times per minute, the motion activity is active and quite slimy,
whereas clinical signs showed enough fish slime, SR 0%, temperature 26 ° C, DO
of 2.5 and can be lethal test animals within 24 hours. The higher the
concentration the greater the degree of toxicity of the test animals.
Keywords : Physiological symptoms, Clinical
symptoms, Syntetic Pyrethroid, Sub letal toxicity test,
Pendahuluan
Uji
toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat
diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis. Uji toksisitas
kuantitatif misalnya dilihat dari segi organ yang terkena racun, misalnya hati,
ginjal, sistem saraf dan lain sebagainya. Uji toksisitas kuantitatif dapat juga
dilihat dari gejala yang timbul mekanisme racun terhadap organ mulai pada
tingkat seluler, ke tingkat jaringan, dan sampai pada tingkat organ, serta
menimbulkan gejala–gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik, teratogenik dan
lain sebagainya.
Uji
toksisitas sub letal merupakan bagian dari uji toksisitas kuantitatif yang
dilakukan dengan pendedahan larutan bahan kimia atau polutan dalam jangka waktu
relatif lama (beberapa hari, minggu).
Efek
akut dapat terjadi dalam selang waktu beberapa bulan atau tahun, dengan kata
lain uji toksisitas sub letal ini bersifat permanen, lama, konstan, kontinyu, irreversible. Parameter yang dapat
diamati dalam uji toksisitas sub letal antara lain keadaan fisiologis organisme
uji, tingkah laku, biokimiawi, perubahan biologis hewan uji, dan juga dapat
mengitung nilai hematokritnya.
Pestisida
adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Menurut peraturan Pemerintah No. 7
tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik
dan virus yang dipergunakan untuk :
1.
Memberantas atau mencegah hama-hama dan
penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2.
Memberantas rerumputan.
3.
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan
tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
4.
Memberantas atau mencegah hama-hama luar
pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
5.
Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6. Memberikan
atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah
binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Kelompok pyretroid sintetik merupakan tiruan dari bahan aktif
insektisida botani Pyrethrum yaitu Sinerin I yang berasal dari bunga Chrysanthenum cinerariaefolium. Sebagai
insektisida botani pyrethrum memiliki keunggulan yaitu daya mematikan yang
tinggi tetapi sayangnya di lingkungan bahan alami ini tidak bertahan lama
karena mudah terurai oleh sinar ultra
violet, karena itu penggunaan di lapangan kurang praktis dan mahal karena
pyrethrum harus dahulu diekstrasi dari bunga Chrisantenum. Dari rangkaian penelitian kimiawi dengan melakukan
sintesis terhadap susunan kimia pyrethrum dapat diperoleh bahan kimiawi yang
memiliki sifat insektisida mirip dengan piretrum dan bahan tersebut mempunyai
kemampuan untuk bertahan lebih lama di lingkungan serta dapat diproduksi di
pabrik. Jenis pestisida buatan yang mirip pyrethrum diberi nama pirethrin yang
kemudian menjadi modal dasar bagi pengembangan insektisida golongan pyretroid
sintetik lainnya. Pyretroid adalah insektisida sintetik yang merupakan turunan
dari 6 pyrethrin alami yang diisolasi dari pyrethrum (ekstrak tanaman bunga Chrysanthemum cinerariaefolium).
Pyrethroid ini dapat membunuh serangga dengan cepat dengan toksisitas rendah
terhadap mamalia, biodegrabilitas dan selektivitasnya bagus.
Tujuan dari penelitian
ini yaitu untuk memahami dan mampu melaksanakan persiapan, pemaparan dan
pengamatan uji toksisitas sub letal serta memahami dan mampu melaksanakan
analisis data hasil pengamatan.
DATA
DANPENDEKATAN
Waktu dan
tanggal
Penelitian dilakukan selama
satu minggu 11-18 november 2015 di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.
Alat dan
bahan
Alat yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain: bak fiber, akuarium, selang dan batu aerasi,
pompa aerasi, saringan ikan, timbangan, selang sifon, pH meter, DO meter dan hand counter. Adapun bahan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain : ikan uji, organofosfat, pyretroid
sintetik, karbamat, pakan ikan, kertas
label, tissue laboratorium dan sarung tangan.
Prosedur
Persiapan uji sub letal
antara lain : Ikan uji diaklimatisasi didalam bak fiber selama 3 hari di
laboratorium dengan aerasi yang cukup. Akuarium dibersihkan dan dibilas dengan
air bersih, lalu isi sebanyak 7 liter (sebagai volume kerja) dengan air ledeng.
Alat aerasi (blower / aerator)
beserta perlengkapannya seperti selang aerasi, batu aerasi, pengatur bukaan
udara dan penempel selang aerasi di setting
pada posisi yang sesuai. Kabel blower
/ aerator disambungkan ke dalam sumber arus listrik dan diatur volume
aerasi sesuai dengan kebutuhan.
Pelaksanaan
uji sub letal diantaranya : dibuat konsentrasi stock dari bahan uji (organofosfat, karbamat, dan pyretroid
sintetik). Kemudian ke dalam akuarium, dimasukkan masing-masing 5 ekor ikan
uji, ditunggu beberapa saat hingga ikan uji terlihat sudah beradaptasi dengan
lingkungan akuarium. Diambil secara acak 3 ekor ikan uji dari akuarium untuk
ditimbang bobot awal masing-masing, dirata-rata kan dan ditempatkan kembali
ikan-ikan tersebut ke dalam akuarium. Kemudian ke dalam akuarium ditambahkan
bahan uji hingga konsentrasi akhir bahan uji di dalam akuarium tersebut sebesar
25 %, 50 % dan 75 % dari nilai LC50 (konsentrasi
sub letal yang ditetapkan), tentukan volume larutan stock yang harus diambil (dihitung dengan rumus pengenceran).
Diaduk perlahan hingga bahan uji larut sempurna dalam air akuarium.
Pengamatan
sub letal ikan uji dilakukan pada satu jam pertama, dilanjutkan dengan
pengamatan harian selama satu minggu. Pemberian pakan diberikan setiap hari
sebanyak setengah sendok kecil dan di sifon
setiap hari dengan mengganti air sebanyak yang dibuang dengan air media
sesuai konsentrasi yang ditetapkan. Setelah selesai pengamatan, dibuat grafik
gerak operkulum per kelompok dan per kelas serta grafik SR ikan uji.
Adapun parameter yang
diamati dari uji toksisitas sub letal ini yaitu meliputi gejala fisiologis
yaitu aktivitas gerak ikan serta gerak operculum ikan. Selain gejala fisiologis, juga diamati
gejala klinis ikan seperti produksi lendir pada sisik.selain gejala klinis dan
gejala fisiologis diamati pula mortalitas
dan survival rate ikan uji.
HASIL DAN DISKUSI
Tabel 1. Pengamatan
Sub Letal Ikan Mas dengan Pemaparan Pyretroid
0,2 ppm
Waktu Dedah
|
Gejala
|
Klinis
|
Mortalitas
|
SR (%)
|
Suhu (oC)
|
DO (mg/L)
|
pH
|
|
Gerak Operculum (GO)
|
Aktivitas Gerak (AG)
|
|||||||
1 jam
|
79
|
+++
|
++
|
0
|
100
|
26
|
-
|
-
|
1 hari
|
131
|
++
|
+
|
4
|
20
|
-
|
-
|
-
|
2 hari
|
-
|
-
|
-
|
5
|
0
|
-
|
-
|
-
|
3 hari
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4 hari
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5 hari
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6 hari
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
7 hari
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Rata-rata
|
105
|
++
|
++
|
0
|
0
|
26
|
-
|
-
|
Keterangan:
(+) : kurang aktif atau sedikit berlendir
(++) : aktif atau cukup berlendir
(+++)
: sangat aktif atau banyak lendir
Pada penelitian uji
toksisitas sub letal dengan menggunakan sampel ikan mas ukuran kecil yang
berasal dari Cimalaka dan Cikuda Sumedang, pemaparan yang digunakan adalah
penggunaan pestisida jenis pyretroid. Perlakuan pada uji toksisitas sub letal ini
berdasarkan nilai sub letal atau dilakukan dengan pemberian konsentrasi yang
beragam dan jumlah konsentrasinya dibawah nilai LC50-24 jam, pemberian konsentrasi
tersebut terdiri dari 0,2 ppm, 0,15 ppm, 0,10 ppm, dan 0,05 ppm, selain
pemberian konsentrasi tersebut, perlakuan kontrol juga dilakukan pada penelitian
tersebut. Pemberian konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan pengaruh yang
berbeda pula pada setiap perlakuannya. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan
melihat adanya gejala fisiologis pada ikan yang terdiri dari gerak operkulum
dan aktivitas gerak pada ikan, selain dilakukan pengamatan mengenai gejala
fisiologis pada ikan, dilakukan pula pengamatan mengenai gejala klinis pada
ikan berupa banyaknya produksi lendir. Pengamatan yang dilakukan pada
penelitian tersebut dilakukan selama 7 hari, hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui efek sub letal pada pemaparan bahan toksik pestisida jenis
pyretroid. Penelitian juga dilakukan dengan mengukur suhu awal, DO awal, dan
juga pH awal pada setiap akuarium yang digunakan untuk penelitian masing-masing
kelompok.
Penelitian yang
dilakukan oleh adalah dengan pemaparan menggunakan pyretroid sintetik dengan
konsenterasi sebesar 0,2 ppm. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala klinis
yaitu pada gerakan operculum yang terhitung selama satu menit yaitu sebanyak 79
kali, hasil tersebut merupakan hasil rata-rata yang dihitung dari tiga sampel
ikan yang diambil secara acak. Pengamatan gejala klinis lain yang dilakukan
adalah pengamatan mengenai aktivitas gerak. Pada jam pertama, aktivitas gerak
yang terlihat pada ikan menunjukan gerakan yang aktif, sehingga dapat dilihat
bawa bahan toksik pada jam pertama belum terlalu mempengaruhi ikan baik secara
aktivitas gerak maupun secara fisiologis, sebab pada pengamatan gejala klinis,
ikan memperlihatkan keadaan fisiologis yang normal pada jam pertama, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada jam pertama, bahan toksik belum terlalu
berpengaruh pada ikan. Suhu yang terukur pada akuarium adalah sebesar 26o
Celcius. Perubahan
suhu dapat mengubah toksisitas. Efek suhu lingkungan terhadap besar dan lamanya
respons tampaknya berhubungan dengan reaksi biokimia yang bergantung suhu, yang
berperan dalam menimbulkan efek dan biotransformasi bahan kimia itu (Fadhil 2009).
Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan
sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai
residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik,
sinar matahari, dan jenis dari pestisida tersebut (Pohan 2009).
Sifat toksisitas dapat
menyebabkan gejala sakit atau kematian pada suatu individu hanya dalam waktu
beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh, namun sifatnya yang sangat mudah
dirombak oleh suhu yang tinggi (Ngatijan 2006).
Pengamatan pada
penelitian efek sub letal pada ikan mas dengan pemberian pestisida jenis
pyrtroid dengan konsentrasi 0,22 ppm dilakukan dalam 7 hari berturut-turut.
Pada pengamatan setelah satu hari pemaparan, jumlah ikan yang masih hidup hanya
bersisa satu ekor, itu artinya, daya toksisitas pyretroid tersebut sangat
tinggi sehingga menyebabkan mortalitas yang tinggi pula, bahkan pada pengamatan
aktivitas gerak, ikan menunjukan aktivitas yang kurang aktif. Pengamatan
setelah pemaparan hari kedua terlihat bahwa ikan uji mengalami kematian total,
dapat dikatakan bahwa perairan akuarium secara menyeluruh telah tercemar dengan
bahan toksik. Nilai survival rate pada pengamatan kelompok 18 dapat
dilihat dari gambar 1.
Gambar 1. Nilai Survival Rate
Kematian ikan pada
penelitian ini selain disebabkan karena
daya toksisitas yang tinggi, juga dapat disebabkan dari rendahnya kualitas air
yang disebabkan oleh sisa pakan yang terendapkan di akuarium sehingga
menyebabkan adanya amonia diperairan, hal tersebut dikarenakan terlalu
banyaknya jumlah pakan yang diberikan pada ikan, atau tidak dilakukannya
penyiponan pada akuarium tersebut. Penyebab lainnya yang dapat menyebabkan
rendahnya kualitas air di akuarium dapat disebabkan oleh pengaturan aerator
yang tidak benar, sehingga proses aerasi tidak berjalan, dan dapat menyebabkan kurangnya
oksigen terlarut dalam akuarium.
Penelitian yang
dilakukan oleh kelas perikanan B dengan jenis pestisida pyretrid syntetik dilakukan
semua peneliti (termasuk kontrol) serta
dilakukan dengan 4 pengulangan dengan konsentrasi yang bervariasi.
Pengamatan dilakukan selama 7 hari berturut-turut yang dilakukan oleh semua
kelompok. Pengamatan yang dilakukan oleh semua kelompok sama, yaitu dengan
mengamati aktivitas gerak, gerak operculum dan juga gejala klinis pada ikan,
untuk gerak operkulum dapat diketahui
bahwa pada pengamatan gerak operkulum hewan uji terjadi fluktuasi atau
perubahan kecepatan buka tutup insang yang sangat signifikan pada semua
perlakuan, dengan merata-ratakan perhitungan gerak operkulum pada setiap
pengulangan maka didapatkan hasil yang tergambar pada gambar 2.
Gambar 2.
Gerak operkulum dengan Pemaparan Pyretroid Sintetik
Gambar
di atas menunjukan adanya perbedaan gerakan operkulum pada setiap perlakuan
yang berbeda pula. Penelitian menunjukan bahwa rata-rata gerakan operkulum
paling banyak ditunjukan pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi pyretroid
sintetik sebesar 0,15 ppm, kemudian perlakuan kontrol, konsentrasi 0,05ppm, 0,20
ppm dan 0,10 ppm. Ikan
yang melakukan percepatan gerakan operkulum disebabkan oleh akumulasi bahan
toksik di perairan, maka ikan akan bereaksi mulai dari gerakan renang,
percepatan gerakan operkulum hingga kematian pada air yang masih beracun (Pohan
2009).
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian juga dilakukan dengan melihat
jumlah survival rate dan juga jumlah
dari mortalitas dan survival rate
pada ikan. Nilai survival rate pada
setiap perlakuan menunjukan hasil yang berbeda-beda. Nilai survival rate pada penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3.
Survival rate dengan Pemaparan Pyretroid Sintetik
Nilai
Survival rate terlihat bahwa setelah pengamatan 7 hari, ikan pada
perlakuan kontrol memiliki nilai survival
rate yang paling tinggi dengan rata-rata sebesar 70% dengan kata lain
menunjukan nilai mortalitasnya yang rendah, selanjutnya nilai rata-rata survival rate yang tinggi juga terjadi
pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi sebesar 0,05 ppm yang menunjukan
nilai survival rate sebesar 35 %. Nilai rata-rata survival rate pada
perlakuan pemberian konsentrasi 0,1 ppm, 0,15 ppm, dan 0,20 ppm menunjukan
nilai survival rate 0 %, hal tersebut menunjukan tingkat toksisitas yang
tinggi terhadap ikan pada perairan tersebut. Jumlah kematian ikan dapat
disebabkan oleh jumlah konsentrasi bahan toksik yang tinggi sehingga
menyebabkan toksisitas yang tinggi pula. selain itu, suhu sangat berpengaruh.
Naiknya suhu terjadi karena meningkatnya konsentrasi air, dari air yang normal
menjadi air yang mengalami penambahan zat toksik yang terdapat dalam pestisida.
Suhu mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan. Apabila suhu air meningkat
maka kelarutan oksigen dalam air menurun (Zulfa 2014).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
uji sublethal pada ikan mas berukuran kecil
yang dipaparkan bahan toksik Pyretroid sintetik dengan berbagai
konsentrasi diantaranya 0 ppm (kontrol), 0,05 ppm, 0,10 ppm, 0,15 ppm, adn 0,2
ppm selama tujuh hari dengan parameter gejala fisiologis dan klinis serta
kelangsungan hidup. Hasil penelitian
menunjukkan gerak operkulum rata-rata tertinggi yaitu pada perlakuan 0 ppm
(kontrol), sedangkan gerak operkulum rata-rata terendah yaitu pada perlakuan
0,05 ppm. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat pemaparan bahan toksik
pyretroid sintetik yaitu menghasilkan lendir yang tidak terlalu banyak.
Sedangkan untuk kelangsungan hidup ikan mas tertinggi yaitu pada kontrol 80 %
dan 0 % untuk ikan yang diberikan pemaparan bahan toksik.
DAFTAR
PUSTAKA
Alabaster, J. and Lloyd. 1980.
Water Quality Criteria for Fish. FAO of United Nations European Inland
Fisheries Advisor Commision, Butterworth London. Boston, 297 pp.
Connel, D. W. dan Miller, G.
J. 1995
Kimia dan ekotoksikologi pencemaran.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta
Fadhil. 2009. Faktor Risiko
terhadap Toksisitas. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta
Komisi Pestisida. 1983.
Pedoman umum pengujian laboratorium toksisitas letal pestisida pada ikan
untuk keperluan pendaftaran. Komisi
Pestisida Departemen Pertanian.
Jakarta. 18 hal.
Kusno, S. 1991. Pencegahan
Pencemaran Pupuk dan Pestisida. Penebar Swadaya.
Mason, C. F. 1979. Biology
Of Freshwater Pollution. Longman Group,
Ltd. London. pp 31-34.
Rand, G. M. and S. R. Petrocelli. 1985.
Fundamentals of aquatic toxicology :methods and application. Hemisphere Publishing Coorp, Washington DC.
Rudiyanti, Siti dan Ekasari A.D.
2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent
0,3 G.Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009, 49 – 54.
Zulfa. 2014. Uji Toksisitas
Insektisida terhadap Ikan Lele. Jurnal
Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009, 49 – 54.
LAMPIRAN
Lampiran
1. Alat dan Bahan
Tissue, Gelas Ukur dan Beaker Glass
|
Microtube
|
Timbangan
|
Termometer
|
Tabung
Reaksi
Akuarium
|
Micropippet
|
Persiapan Uji Sublethal
|
Pelaksanaan Uji Sublethal
|
Pengamatan Uji
Sublethal
|
Lampiran 3. Data
Pengamatan Gerak Operkulum Dengan Paparan Bahan Toksik Pyretroid Sintetik
Tabel Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 1
Ulangan
|
konsentrasi
|
GO Rata-Rata
|
|
1
|
0,2
|
84
|
|
0,15
|
60
|
||
0,1
|
60
|
||
0,05
|
89
|
||
Kontrol
|
96
|
Diagram Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 1
Tabel Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 2
Ulangan
|
konsentrasi
|
GO Rata-Rata
|
|
2
|
0,2
|
75
|
|
0,15
|
278
|
||
0,1
|
61
|
||
0,05
|
95
|
||
Kontrol
|
144
|
Diagram Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 2
Tabel Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 2
Ulangan
|
konsentrasi
|
GO Rata-Rata
|
|
4
|
0,2
|
79
|
|
0,15
|
158
|
||
0,1
|
83
|
||
0,05
|
90
|
||
Kontrol
|
103
|
Lampiran 4. Data Pengamatan Survival rate Dengan
Paparan Bahan Toksik Pyretroid Sintetik
Tabel Survival
Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 1
Ulangan
|
konsentrasi
|
Survival Rate (%)
|
|
1
|
0,20 ppm
|
0
|
|
0,15 ppm
|
0
|
||
0,10 ppm
|
0
|
||
0,05 ppm
|
60
|
||
Kontrol
|
100
|
Diagram Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 1
Tabel Survival
Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 2
Ulangan
|
konsentrasi
|
Survival Rate (%)
|
|
2
|
0,20 ppm
|
0
|
|
0,15 ppm
|
0
|
||
0,10 ppm
|
0
|
||
0,05 ppm
|
60
|
||
Kontrol
|
0
|
||
|
Diagram Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 2
Tabel Survival
Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 3
Ulangan
|
konsentrasi
|
Survival Rate (%)
|
|
3
|
0,2 ppm
|
0
|
|
0,15
|
0
|
||
0,10 ppm
|
0
|
||
0,05 ppm
|
20
|
||
Kontrol
|
100
|
Diagram Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 3
Lampiran 5. Data Pengamatan Uji Sub Lethal Dengan
pemaparan Bahan Toksik Karbamat
Kel.
|
Ulangan
|
konsentrasi
|
Gejala Fisiologis
|
Gejala Klinis
|
Survival Rate
|
T
|
pH
|
DO
|
|
GO Rata-Rata
|
AG Rata-Rata
|
||||||||
1
|
1
|
A
|
115
|
++
|
+++
|
40%
|
27
|
9,49
|
4,2
|
2
|
B
|
254,3
|
+++
|
+++
|
0%
|
25
|
6,5
|
2,7
|
|
3
|
C
|
69,57
|
++
|
+
|
40%
|
18.27
|
7,86:
|
5,2
|
|
4
|
D
|
153
|
++
|
++
|
40%
|
27
|
8,17
|
4,3;
|
|
5
|
Kontrol
|
104
|
++
|
++
|
100%
|
20
|
7,59
|
6,3
|
|
6
|
2
|
0,2
|
132
|
++
|
+++
|
0%
|
25
|
9,2
|
8
|
7
|
0,15
|
130
|
++
|
++
|
0%
|
26
|
8,2
|
6,8
|
|
8
|
0,1
|
75
|
++
|
+++
|
0%
|
26
|
12
|
4,4
|
|
9
|
0,05
|
104
|
+
|
++
|
0%
|
19
|
7,69
|
7,1
|
|
10
|
Kontrol
|
131
|
+
|
+
|
60%
|
25
|
2,8
|
4
|
|
11
|
3
|
0,2
|
124
|
+++
|
+++
|
0%
|
25
|
9,2
|
2,7
|
12
|
0,15
|
230
|
++
|
++
|
0%
|
26
|
10,5
|
4,4
|
|
13
|
0,1
|
82
|
++
|
+++
|
60%
|
19
|
7,81;
|
7,3
|
|
14
|
0,05
|
79,9
|
++
|
++
|
0%
|
25
|
7,4
|
8,16
|
|
15
|
Kontrol
|
114
|
+++
|
+
|
60%
|
19
|
8,01
|
7,3
|
|
16
|
4
|
0,2
|
69
|
++
|
++
|
0%
|
27
|
6,9
|
4,4
|
17
|
0,15
|
111
|
++
|
++
|
60%
|
18
|
7,68
|
7,8
|
|
18
|
0,1
|
97
|
++
|
+
|
60%
|
27
|
9,4
|
4,8
|
|
19
|
0,05
|
104
|
++
|
+
|
40%
|
18
|
7,71
|
7,5
|
|
20
|
Kontrol
|
137
|
+++
|
++
|
100%
|
25
|
9,6
|
4,47
|
Lampiran 6. Data Pengamatan Uji Sub Lethal Dengan
pemaparan Bahan Toksik Organofosfat
Kel.
|
Ulangan
|
Konsentrasi
|
Gejala Fisiologis
|
Gejala Klinis
|
Survival Rate
|
T
|
pH
|
DO
|
|
GO Rata-Rata
|
AG Rata-Rata
|
||||||||
1
|
1
|
0,317
|
95
|
++
|
++
|
0%
|
25
|
7,8
|
3,2
|
2
|
0,238
|
127
|
++
|
++
|
20%
|
26
|
7,8
|
8,2
|
|
3
|
0,158
|
104
|
+
|
+
|
0%
|
24
|
7,8
|
7,7
|
|
4
|
0,079
|
79
|
++
|
++
|
20%
|
25
|
7,8
|
2
|
|
5
|
Kontrol
|
100
|
++
|
++
|
60%
|
24
|
7,9
|
0,3
|
|
6
|
2
|
0,317
|
164
|
+
|
+
|
0%
|
25
|
6,9
|
7,4
|
7
|
0,238
|
136,63
|
+
|
+++
|
20%
|
27
|
7,6
|
6,9
|
|
8
|
0,158
|
83
|
+++
|
++
|
40%
|
26,
|
7,8
|
2,1
|
|
9
|
0,079
|
131
|
+++
|
+++
|
40%
|
25
|
7,8
|
1,7
|
|
10
|
Kontrol
|
138
|
++
|
++
|
20%
|
26
|
7,7
|
7,2
|
|
11
|
3
|
0,317
|
128
|
+
|
+
|
33%
|
26
|
7,7
|
7,4
|
12
|
0,238
|
106
|
++
|
++
|
80%
|
26
|
7,8
|
1,5
|
|
13
|
0,158
|
93,95
|
++
|
+++
|
0%
|
25
|
7,7
|
1,9
|
|
14
|
0,079
|
136,66
|
++
|
+++
|
0%
|
25
|
7,6
|
7
|
|
15
|
Kontrol
|
131
|
+++
|
+++
|
100%
|
24
|
7,9
|
6,9
|
|
16
|
4
|
0,317
|
92
|
++
|
++
|
100%
|
27
|
7,7
|
2,5
|
17
|
0,238
|
89
|
+
|
+
|
0%
|
24
|
7,8
|
2,2
|
|
18
|
0,158
|
108
|
++
|
+++
|
0%
|
27
|
7,6
|
6,5
|
|
19
|
0,0013
|
78,33
|
+++
|
+++
|
0%
|
24
|
7,9
|
1,7
|
|
20
|
Kontrol
|
122
|
++
|
++
|
20%
|
25
|
7,7
|
7
|
Kel.
|
Ulangan
|
konsentrasi
|
Gejala Fisiologis
|
Gejala Klinis
|
Survival Rate
|
T
|
pH
|
DO
|
|
GO Rata-Rata
|
AG Rata-Rata
|
||||||||
1
|
1
|
0,317
|
62
|
++
|
++
|
0
|
27
|
8,62
|
2
|
2
|
0,283
|
126,3
|
++
|
++
|
0
|
26
|
7,74
|
1,4
|
|
3
|
5,51
|
103
|
++
|
++
|
0
|
25
|
7
|
1,5
|
|
4
|
D
|
104,3
|
++
|
++
|
20
|
27
|
8,65
|
2
|
|
5
|
Kontrol
|
132,3
|
++
|
+++
|
0
|
25
|
7,6
|
1,3
|
|
6
|
2
|
A
|
125,25
|
++
|
++
|
0
|
26
|
7,75
|
1,6
|
7
|
B
|
127,1
|
+++
|
+++
|
20
|
27
|
7,83
|
1,7
|
|
8
|
0,158
|
116,88
|
+
|
++
|
100
|
25
|
8,66
|
1,7
|
|
9
|
2,756
|
129,4
|
++
|
++
|
80
|
25
|
7,84
|
1,2
|
|
10
|
Kontrol
|
122
|
+++
|
+
|
0
|
27
|
7,7
|
1,4
|
|
11
|
3
|
0,11
|
139
|
+++
|
+
|
0
|
27
|
7
|
1,7
|
12
|
8,3
|
71
|
++
|
++
|
0
|
26
|
8,64
|
18
|
|
13
|
5,5
|
107,6
|
++
|
++
|
0
|
25
|
7
|
1,3
|
|
14
|
0,238
|
131,49
|
++
|
++
|
0
|
26
|
7,75
|
1,4
|
|
15
|
Kontrol
|
114,6
|
+
|
+
|
40
|
24,5
|
7,8
|
1,3
|
|
16
|
4
|
0,317
|
102,3
|
+
|
+
|
0
|
26
|
8,65
|
1,5
|
17
|
8,3
|
127,3
|
++
|
+++
|
0
|
25,5
|
7,97
|
1,2
|
|
18
|
5,5
|
137,93
|
++
|
++
|
0
|
27
|
7,77
|
1,4
|
|
19
|
2,756
|
127,5
|
++
|
++
|
0
|
25
|
7,93
|
1,4
|
|
20
|
Kontrol
|
69
|
++
|
++
|
60
|
26
|
8,95
|
2,1
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar