Daftar Blog Saya

Kamis, 17 Maret 2016

UJI TOKSISITAS SUB-LETHAL PESTISIDA PYRETROID SINTETIK PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

UJI TOKSISITAS SUB-LETHAL PESTISIDA PYRETROID SINTETIK
PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Sub-lethal Toxicity Test of Pesticides Pyretroid Syntetic on Common Carp
(Cyprinus carpio)

M. Iqbal Fernanda,  Hasbi Ilmawan A, Ina Rahmawati, Raden Nadya D
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363
Email :iqbalfernanda55@gmail.com


ABSTRAK
Uji Toksisitas Sub letal merupakan bagian dari uji toksisitas kuantitatif yang dilakukan dengan pemaparan atau pendedahan dalam jangka waktu medium sebagai bentuk skrining kedua atas indikasi dampak toksisitas.Sub letal ini menggunakan konsentrasi atau dosis menengah. Efek sub letal dapat diamati pula tentang biokimia, fisiologi, tingkah laku atau tingkat siklus hidup dari organisme tersebut. Tujuan dilakukan pengamatan yaitu untuk mengetahui paparan dan pengamatan uji toksisitas sub letal pada ikan mas. Pengamatan dilakukan menggunakan jenis pestisida yaitu pyretroid sintetik. Hasil pengamatan uji toksisitas sub letal organofosfat dan karbamat dengan konsentrasi 0,20 ppm. Gejala fisiologis, gerak operculum rata-rata 79 kali permenit, aktifitas gerak aktif dan cukup berlendir, sedangkan gejala klinis ikan menunjukan cukup lendir, SR 0%, suhu 26oC, DO 2,5 dan dapat mematikan hewan uji dalam waktu 24 jam. Semakin tinggi konsentrasi semakin besar tingkat toksisitas terhadap hewan uji.
Kata Kunci : Gejala fisiologis, Gejala klinis, Pyretroid sintetik, Uji Toksisitas Sub letal

ABSTRACT
Sub letal toxicity test is part of the quantitative toxicity tests were performed with the exposure or exposure in the medium term as the second screening form on this toksisitas.Sub letal indication of the impact of using a concentration or intermediate dose. Sub-lethal effects can be observed also on the biochemistry, physiology, behavior or levels of the life cycle of the organism. The purpose of observation is to determine exposure and observation of sub letal toxicity tests on goldfish. Observations were made using synthetic pyrethroid pesticides that. The observation of sub letal toxicity test organophosphate and carbamate with a concentration of 0.20 ppm. Physiological symptoms, operculum motion an average of 79 times per minute, the motion activity is active and quite slimy, whereas clinical signs showed enough fish slime, SR 0%, temperature 26 ° C, DO of 2.5 and can be lethal test animals within 24 hours. The higher the concentration the greater the degree of toxicity of the test animals.
Keywords : Physiological symptoms, Clinical symptoms, Syntetic Pyrethroid, Sub letal toxicity test,



Pendahuluan
Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis. Uji toksisitas kuantitatif misalnya dilihat dari segi organ yang terkena racun, misalnya hati, ginjal, sistem saraf dan lain sebagainya. Uji toksisitas kuantitatif dapat juga dilihat dari gejala yang timbul mekanisme racun terhadap organ mulai pada tingkat seluler, ke tingkat jaringan, dan sampai pada tingkat organ, serta menimbulkan gejala–gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik, teratogenik dan lain sebagainya.
Uji toksisitas sub letal merupakan bagian dari uji toksisitas kuantitatif yang dilakukan dengan pendedahan larutan bahan kimia atau polutan dalam jangka waktu relatif lama (beberapa hari, minggu).
Efek akut dapat terjadi dalam selang waktu beberapa bulan atau tahun, dengan kata lain uji toksisitas sub letal ini bersifat permanen, lama, konstan, kontinyu, irreversible. Parameter yang dapat diamati dalam uji toksisitas sub letal antara lain keadaan fisiologis organisme uji, tingkah laku, biokimiawi, perubahan biologis hewan uji, dan juga dapat mengitung nilai hematokritnya.
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1.      Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2.      Memberantas rerumputan.
3.      Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
4.      Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
5.      Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6.    Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Kelompok pyretroid sintetik merupakan tiruan dari bahan aktif insektisida botani Pyrethrum yaitu Sinerin I yang berasal dari bunga Chrysanthenum cinerariaefolium. Sebagai insektisida botani pyrethrum memiliki keunggulan yaitu daya mematikan yang tinggi tetapi sayangnya di lingkungan bahan alami ini tidak bertahan lama karena mudah terurai oleh sinar ultra violet, karena itu penggunaan di lapangan kurang praktis dan mahal karena pyrethrum harus dahulu diekstrasi dari bunga Chrisantenum. Dari rangkaian penelitian kimiawi dengan melakukan sintesis terhadap susunan kimia pyrethrum dapat diperoleh bahan kimiawi yang memiliki sifat insektisida mirip dengan piretrum dan bahan tersebut mempunyai kemampuan untuk bertahan lebih lama di lingkungan serta dapat diproduksi di pabrik. Jenis pestisida buatan yang mirip pyrethrum diberi nama pirethrin yang kemudian menjadi modal dasar bagi pengembangan insektisida golongan pyretroid sintetik lainnya. Pyretroid adalah insektisida sintetik yang merupakan turunan dari 6 pyrethrin alami yang diisolasi dari pyrethrum (ekstrak tanaman bunga Chrysanthemum cinerariaefolium). Pyrethroid ini dapat membunuh serangga dengan cepat dengan toksisitas rendah terhadap mamalia, biodegrabilitas dan selektivitasnya bagus.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memahami dan mampu melaksanakan persiapan, pemaparan dan pengamatan uji toksisitas sub letal serta memahami dan mampu melaksanakan analisis data hasil pengamatan.

DATA DANPENDEKATAN
Waktu dan tanggal
Penelitian dilakukan selama satu minggu 11-18 november 2015 di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: bak fiber, akuarium, selang dan batu aerasi, pompa aerasi, saringan ikan, timbangan, selang sifon, pH meter, DO meter dan hand counter. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : ikan uji, organofosfat, pyretroid sintetik,  karbamat, pakan ikan, kertas label, tissue laboratorium dan sarung tangan.
Prosedur
Persiapan uji sub letal antara lain : Ikan uji diaklimatisasi didalam bak fiber selama 3 hari di laboratorium dengan aerasi yang cukup. Akuarium dibersihkan dan dibilas dengan air bersih, lalu isi sebanyak 7 liter (sebagai volume kerja) dengan air ledeng. Alat aerasi (blower / aerator) beserta perlengkapannya seperti selang aerasi, batu aerasi, pengatur bukaan udara dan penempel selang aerasi di setting pada posisi yang sesuai. Kabel blower / aerator disambungkan ke dalam sumber arus listrik dan diatur volume aerasi sesuai dengan kebutuhan.
            Pelaksanaan uji sub letal diantaranya : dibuat konsentrasi stock dari bahan uji (organofosfat, karbamat, dan pyretroid sintetik). Kemudian ke dalam akuarium, dimasukkan masing-masing 5 ekor ikan uji, ditunggu beberapa saat hingga ikan uji terlihat sudah beradaptasi dengan lingkungan akuarium. Diambil secara acak 3 ekor ikan uji dari akuarium untuk ditimbang bobot awal masing-masing, dirata-rata kan dan ditempatkan kembali ikan-ikan tersebut ke dalam akuarium. Kemudian ke dalam akuarium ditambahkan bahan uji hingga konsentrasi akhir bahan uji di dalam akuarium tersebut sebesar 25 %, 50 % dan 75 % dari nilai LC50 (konsentrasi sub letal yang ditetapkan), tentukan volume larutan stock yang harus diambil (dihitung dengan rumus pengenceran). Diaduk perlahan hingga bahan uji larut sempurna dalam air akuarium.
            Pengamatan sub letal ikan uji dilakukan pada satu jam pertama, dilanjutkan dengan pengamatan harian selama satu minggu. Pemberian pakan diberikan setiap hari sebanyak setengah sendok kecil dan di sifon  setiap hari dengan mengganti air sebanyak yang dibuang dengan air media sesuai konsentrasi yang ditetapkan. Setelah selesai pengamatan, dibuat grafik gerak operkulum per kelompok dan per kelas serta grafik SR ikan uji.
Adapun parameter yang diamati dari uji toksisitas sub letal ini yaitu meliputi gejala fisiologis yaitu aktivitas gerak ikan serta gerak operculum  ikan. Selain gejala fisiologis, juga diamati gejala klinis ikan seperti produksi lendir pada sisik.selain gejala klinis dan gejala fisiologis diamati pula mortalitas  dan survival rate ikan uji.

HASIL DAN DISKUSI


Tabel 1. Pengamatan Sub Letal Ikan Mas dengan Pemaparan Pyretroid 0,2 ppm


Waktu Dedah
Gejala
Klinis
Mortalitas
SR (%)
Suhu (oC)
DO (mg/L)
pH
Gerak Operculum (GO)
Aktivitas Gerak (AG)
1 jam
79
+++
++
0
100
26
-
-
1 hari
131
++
+
4
20
-
-
-
2 hari
-
-
-
5
0
-
-
-
3 hari
-
-
-
-
-
-
-
-
4 hari
-
-
-
-
-
-
-
-
5 hari
-
-
-
-
-
-
-
-
6 hari
-
-
-
-
-
-
-
-
7 hari
-
-
-
-
-
-
-
-
Rata-rata
105
++
++
0
0
26
-
-





Keterangan:
(+)       : kurang aktif atau sedikit berlendir
(++)     : aktif atau cukup berlendir
(+++)   : sangat aktif atau banyak lendir
Pada penelitian uji toksisitas sub letal dengan menggunakan sampel ikan mas ukuran kecil yang berasal dari Cimalaka dan Cikuda Sumedang, pemaparan yang digunakan adalah penggunaan pestisida jenis pyretroid. Perlakuan pada uji toksisitas sub letal ini berdasarkan nilai sub letal atau dilakukan dengan pemberian konsentrasi yang beragam dan jumlah konsentrasinya dibawah nilai LC50-24 jam, pemberian konsentrasi tersebut terdiri dari 0,2 ppm, 0,15 ppm, 0,10 ppm, dan 0,05 ppm, selain pemberian konsentrasi tersebut, perlakuan kontrol juga dilakukan pada penelitian tersebut. Pemberian konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan pengaruh yang berbeda pula pada setiap perlakuannya. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan melihat adanya gejala fisiologis pada ikan yang terdiri dari gerak operkulum dan aktivitas gerak pada ikan, selain dilakukan pengamatan mengenai gejala fisiologis pada ikan, dilakukan pula pengamatan mengenai gejala klinis pada ikan berupa banyaknya produksi lendir. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian tersebut dilakukan selama 7 hari, hal tersebut bertujuan untuk mengetahui efek sub letal pada pemaparan bahan toksik pestisida jenis pyretroid. Penelitian juga dilakukan dengan mengukur suhu awal, DO awal, dan juga pH awal pada setiap akuarium yang digunakan untuk penelitian masing-masing kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh adalah dengan pemaparan menggunakan pyretroid sintetik dengan konsenterasi sebesar 0,2 ppm. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala klinis yaitu pada gerakan operculum yang terhitung selama satu menit yaitu sebanyak 79 kali, hasil tersebut merupakan hasil rata-rata yang dihitung dari tiga sampel ikan yang diambil secara acak. Pengamatan gejala klinis lain yang dilakukan adalah pengamatan mengenai aktivitas gerak. Pada jam pertama, aktivitas gerak yang terlihat pada ikan menunjukan gerakan yang aktif, sehingga dapat dilihat bawa bahan toksik pada jam pertama belum terlalu mempengaruhi ikan baik secara aktivitas gerak maupun secara fisiologis, sebab pada pengamatan gejala klinis, ikan memperlihatkan keadaan fisiologis yang normal pada jam pertama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada jam pertama, bahan toksik belum terlalu berpengaruh pada ikan. Suhu yang terukur pada akuarium adalah sebesar 26o Celcius. Perubahan suhu dapat mengubah toksisitas. Efek suhu lingkungan terhadap besar dan lamanya respons tampaknya berhubungan dengan reaksi biokimia yang bergantung suhu, yang berperan dalam menimbulkan efek dan biotransformasi bahan kimia itu (Fadhil 2009). Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari, dan jenis dari pestisida tersebut (Pohan 2009).
Sifat toksisitas dapat menyebabkan gejala sakit atau kematian pada suatu individu hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh, namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi (Ngatijan 2006).
Pengamatan pada penelitian efek sub letal pada ikan mas dengan pemberian pestisida jenis pyrtroid dengan konsentrasi 0,22 ppm dilakukan dalam 7 hari berturut-turut. Pada pengamatan setelah satu hari pemaparan, jumlah ikan yang masih hidup hanya bersisa satu ekor, itu artinya, daya toksisitas pyretroid tersebut sangat tinggi sehingga menyebabkan mortalitas yang tinggi pula, bahkan pada pengamatan aktivitas gerak, ikan menunjukan aktivitas yang kurang aktif. Pengamatan setelah pemaparan hari kedua terlihat bahwa ikan uji mengalami kematian total, dapat dikatakan bahwa perairan akuarium secara menyeluruh telah tercemar dengan bahan toksik. Nilai survival rate pada pengamatan kelompok 18 dapat dilihat dari gambar 1.


Gambar 1. Nilai Survival Rate


Kematian ikan pada penelitian  ini selain disebabkan karena daya toksisitas yang tinggi, juga dapat disebabkan dari rendahnya kualitas air yang disebabkan oleh sisa pakan yang terendapkan di akuarium sehingga menyebabkan adanya amonia diperairan, hal tersebut dikarenakan terlalu banyaknya jumlah pakan yang diberikan pada ikan, atau tidak dilakukannya penyiponan pada akuarium tersebut. Penyebab lainnya yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas air di akuarium dapat disebabkan oleh pengaturan aerator yang tidak benar, sehingga proses aerasi tidak berjalan, dan dapat menyebabkan kurangnya oksigen terlarut dalam akuarium.
Penelitian yang dilakukan oleh kelas perikanan B dengan jenis pestisida pyretrid syntetik dilakukan semua peneliti (termasuk kontrol) serta  dilakukan dengan 4 pengulangan dengan konsentrasi yang bervariasi. Pengamatan dilakukan selama 7 hari berturut-turut yang dilakukan oleh semua kelompok. Pengamatan yang dilakukan oleh semua kelompok sama, yaitu dengan mengamati aktivitas gerak, gerak operculum dan juga gejala klinis pada ikan, untuk gerak operkulum dapat diketahui bahwa pada pengamatan gerak operkulum hewan uji terjadi fluktuasi atau perubahan kecepatan buka tutup insang yang sangat signifikan pada semua perlakuan, dengan merata-ratakan perhitungan gerak operkulum pada setiap pengulangan maka didapatkan hasil yang tergambar pada gambar 2.




Gambar 2. Gerak operkulum dengan Pemaparan Pyretroid Sintetik


            Gambar di atas menunjukan adanya perbedaan gerakan operkulum pada setiap perlakuan yang berbeda pula. Penelitian menunjukan bahwa rata-rata gerakan operkulum paling banyak ditunjukan pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi pyretroid sintetik sebesar 0,15 ppm, kemudian perlakuan kontrol, konsentrasi 0,05ppm, 0,20 ppm dan 0,10 ppm. Ikan yang melakukan percepatan gerakan operkulum disebabkan oleh akumulasi bahan toksik di perairan, maka ikan akan bereaksi mulai dari gerakan renang, percepatan gerakan operkulum hingga kematian pada air yang masih beracun (Pohan  2009).
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian juga dilakukan dengan melihat jumlah survival rate dan juga jumlah dari mortalitas dan survival rate pada ikan. Nilai survival rate pada setiap perlakuan menunjukan hasil yang berbeda-beda. Nilai survival rate pada penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.


Gambar 3. Survival rate dengan Pemaparan Pyretroid Sintetik


Nilai Survival rate terlihat bahwa setelah pengamatan 7 hari, ikan pada perlakuan kontrol memiliki nilai survival rate yang paling tinggi dengan rata-rata sebesar 70% dengan kata lain menunjukan nilai mortalitasnya yang rendah, selanjutnya nilai rata-rata survival rate yang tinggi juga terjadi pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi sebesar 0,05 ppm yang menunjukan nilai survival rate sebesar 35 %. Nilai rata-rata survival rate pada perlakuan pemberian konsentrasi 0,1 ppm, 0,15 ppm, dan 0,20 ppm menunjukan nilai survival rate 0 %, hal tersebut menunjukan tingkat toksisitas yang tinggi terhadap ikan pada perairan tersebut. Jumlah kematian ikan dapat disebabkan oleh jumlah konsentrasi bahan toksik yang tinggi sehingga menyebabkan toksisitas yang tinggi pula. selain itu, suhu sangat berpengaruh. Naiknya suhu terjadi karena meningkatnya konsentrasi air, dari air yang normal menjadi air yang mengalami penambahan zat toksik yang terdapat dalam pestisida. Suhu mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan. Apabila suhu air meningkat maka kelarutan oksigen dalam air menurun (Zulfa 2014).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai uji sublethal pada ikan mas berukuran kecil  yang dipaparkan bahan toksik Pyretroid sintetik dengan berbagai konsentrasi diantaranya 0 ppm (kontrol), 0,05 ppm, 0,10 ppm, 0,15 ppm, adn 0,2 ppm selama tujuh hari dengan parameter gejala fisiologis dan klinis serta kelangsungan hidup.  Hasil penelitian menunjukkan gerak operkulum rata-rata tertinggi yaitu pada perlakuan 0 ppm (kontrol), sedangkan gerak operkulum rata-rata terendah yaitu pada perlakuan 0,05 ppm. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat pemaparan bahan toksik pyretroid sintetik yaitu menghasilkan lendir yang tidak terlalu banyak. Sedangkan untuk kelangsungan hidup ikan mas tertinggi yaitu pada kontrol 80 % dan 0 % untuk ikan yang diberikan pemaparan bahan toksik.
DAFTAR PUSTAKA
Alabaster, J. and Lloyd. 1980. Water Quality Criteria for Fish. FAO of United Nations European Inland Fisheries Advisor Commision, Butterworth London. Boston, 297 pp. 
Connel, D. W. dan Miller, G. J.  1995  Kimia dan ekotoksikologi pencemaran.  Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).  Jakarta
Fadhil. 2009. Faktor Risiko terhadap Toksisitas. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).  Jakarta
Komisi Pestisida.  1983.  Pedoman umum pengujian laboratorium toksisitas letal pestisida pada ikan untuk keperluan pendaftaran.  Komisi Pestisida Departemen Pertanian.  Jakarta.  18 hal.
Kusno, S. 1991. Pencegahan Pencemaran Pupuk dan Pestisida. Penebar Swadaya.
Mason, C. F. 1979. Biology Of  Freshwater Pollution. Longman Group, Ltd. London. pp 31-34. 
Rand, G. M. and S. R. Petrocelli.  1985.  Fundamentals of aquatic toxicology :methods and application.  Hemisphere Publishing Coorp,  Washington DC.
Rudiyanti, Siti dan Ekasari A.D. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G.Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009, 49 – 54.
Zulfa. 2014. Uji Toksisitas Insektisida terhadap Ikan Lele. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009, 49 – 54.


















LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan
Tissue, Gelas Ukur dan Beaker Glass
Microtube
Timbangan
Termometer
Tabung Reaksi



Akuarium
Micropippet




Persiapan Uji Sublethal
Lampiran 2. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan Uji Sublethal
 





Pengamatan Uji Sublethal
Lanjutan Lampiran 2. Prosedur Penelitian
















Lampiran 3. Data Pengamatan Gerak Operkulum Dengan Paparan Bahan Toksik Pyretroid Sintetik
Tabel Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 1
Ulangan
konsentrasi
GO Rata-Rata
1
0,2
84
0,15
60
0,1
60
0,05
89
Kontrol
96

Diagram Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 1

Tabel Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 2
Ulangan
konsentrasi
GO Rata-Rata
2
0,2
75
0,15
278
0,1
61
0,05
95
Kontrol
144

Diagram Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 2

Tabel Gerakan Operkulum Rata-rata pada Ulangan 2
Ulangan
konsentrasi
GO Rata-Rata
4
0,2
79
0,15
158
0,1
83
0,05
90
Kontrol
103



Lampiran 4. Data Pengamatan Survival rate Dengan Paparan Bahan Toksik Pyretroid Sintetik
Tabel Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 1
Ulangan
konsentrasi
Survival Rate (%)
1
0,20 ppm
0
0,15 ppm
0
0,10 ppm
0
0,05 ppm
60
Kontrol
100

Diagram Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 1
Tabel Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 2
Ulangan
konsentrasi
Survival Rate (%)
2
0,20 ppm
0
0,15 ppm
0
0,10 ppm
0
0,05 ppm
60
Kontrol
0



Diagram Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 2
Tabel Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 3
Ulangan
konsentrasi
Survival Rate (%)
3
0,2 ppm
0
0,15
0
0,10 ppm
0
0,05 ppm
20
Kontrol
100

Diagram Survival Rate dengan Paparan Pyretroid pada Ulangan 3


Lampiran 5. Data Pengamatan Uji Sub Lethal Dengan pemaparan Bahan Toksik Karbamat

Kel.
Ulangan
konsentrasi
Gejala Fisiologis
Gejala Klinis
Survival Rate
T
pH
DO
GO Rata-Rata
AG Rata-Rata
1
1
A
115
++
+++
40%
27
9,49
4,2  
2
B
254,3
+++
+++
0%
25
6,5
2,7
3
C
69,57
++
+
40%
18.27
7,86:
5,2
4
D
153
++
++
40%
27
8,17
4,3;
5
Kontrol
104
++
++
100%
20
7,59
6,3
6
2
0,2
132
++
+++
0%
25
9,2
8
7
0,15
130
++
++
0%
26
8,2
6,8
8
0,1
75
++
+++
0%
26
12
4,4
9
0,05
104
+
++
0%
19
7,69
7,1
10
Kontrol
131
+
+
60%
25
2,8
4
11
3
0,2
124
+++
+++
0%
25
9,2
2,7
12
0,15
230
++
++
0%
26
10,5
4,4
13
0,1
82
++
+++
60%
19
7,81;
7,3
14
0,05
79,9
++
++
0%
25
7,4
8,16
15
Kontrol
114
+++
+
60%
19
8,01
7,3
16
4
0,2
69
++
++
0%
27
6,9
4,4
17
0,15
111
++
++
60%
18
7,68
7,8
18
0,1
97
++
+
60%
27
9,4
4,8
19
0,05
104
++
+
40%
18
7,71
7,5
20
Kontrol
137
+++
++
100%
25
9,6
4,47








Lampiran 6. Data Pengamatan Uji Sub Lethal Dengan pemaparan Bahan Toksik Organofosfat

Kel.
Ulangan
Konsentrasi
Gejala Fisiologis
Gejala Klinis
Survival Rate
T
pH
DO
GO Rata-Rata
AG Rata-Rata
1
1
0,317
95
++
++
0%
25
7,8
3,2
2
0,238
127
++
++
20%
26
7,8
8,2
3
0,158
104
+
+
0%
24
7,8
7,7
4
0,079
79
++
++
20%
25
7,8
2
5
Kontrol
100
++
++
60%
24
7,9
0,3
6
2
0,317
164
+
+
0%
25
6,9
7,4
7
0,238
136,63
+
+++
20%
27
7,6
6,9
8
0,158
83
+++
++
40%
26,
7,8
2,1
9
0,079
131
+++
+++
40%
25
7,8
1,7
10
Kontrol
138
++
++
20%
26
7,7
7,2
11
3
0,317
128
+
+
33%
26
7,7
7,4
12
0,238
106
++
++
80%
26
7,8
1,5
13
0,158
93,95
++
+++
0%
25
7,7
1,9
14
0,079
136,66
++
+++
0%
25
7,6
7
15
Kontrol
131
+++
+++
100%
24
7,9
6,9
16
4
0,317
92
++
++
100%
27
7,7
2,5
17
0,238
89
+
+
0%
24
7,8
2,2
18
0,158
108
++
+++
0%
27
7,6
6,5
19
0,0013
78,33
+++
+++
0%
24
7,9
1,7
20
Kontrol
122
++
++
20%
25
7,7
7









Lampiran 7. Data Pengamatan Uji Sub Lethal Dengan pemaparan Bahan Toksik Organofosfat

Kel.
Ulangan
konsentrasi
Gejala Fisiologis
Gejala Klinis
Survival Rate
T
pH
DO
GO Rata-Rata
AG Rata-Rata
1
1
0,317
62
++
++
0
27
8,62
2
2
0,283
126,3
++
++
0
26
7,74
1,4
3
5,51
103
++
++
0
25
7
1,5
4
D
104,3
++
++
20
27
8,65
2
5
Kontrol
132,3
++
+++
0
25
7,6
1,3
6
2
A
125,25
++
++
0
26
7,75
1,6
7
B
127,1
+++
+++
20
27
7,83
1,7
8
0,158
116,88
+
++
100
25
8,66
1,7
9
2,756
129,4
++
++
80
25
7,84
1,2
10
Kontrol
122
+++
+
0
27
7,7
1,4
11
3
0,11
139
+++
+
0
27
7
1,7
12
8,3
71
++
++
0
26
8,64
18
13
5,5
107,6
++
++
0
25
7
1,3
14
0,238
131,49
++
++
0
26
7,75
1,4
15
Kontrol
114,6
+
+
40
24,5
7,8
1,3
16
4
0,317
102,3
+
+
0
26
8,65
1,5
17
8,3
127,3
++
+++
0
25,5
7,97
1,2
18
5,5
137,93
++
++
0
27
7,77
1,4
19
2,756
127,5
++
++
0
25
7,93
1,4
20
Kontrol
69
++
++
60
26
8,95
2,1



Tidak ada komentar:

Posting Komentar